Kesahkaltim.com, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda melakukan audiensi resmi dengan pihak Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda, Senin 6 Oktober 2025. guna membahas tiga isu yang tengah menjadi perhatian PMII Samarinda, yakni rencana pemindahan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Cendana ke wilayah Palaran, pola distribusi subsidi BBM, serta ketidakmerataan harga LPG 3 kilogram di lapangan.
Audiensi ini dilaksanakan sebagai bentuk komitmen PMII Samarinda dalam mengawal aspirasi masyarakat terkait 3 isu krusial, keberadaan TBBM PT Pertamina patra niaga Fuel terminal samarinda di cendana, antrian panjang di berbagai SPBU dan disparitas harga LPG 3Kg di lapangan.
Ketua II PMII Samarinda, Zumardin, menyoroti pemindahan TBBM ke Palaran merupakan langkah strategis dilihat dari dampak lingkungan yang di timbulkan. Namun, ia menegaskan bahwa rencana tersebut harus disertai kajian lingkungan dan sosial yang matang agar tidak menimbulkan dampak baru bagi masyarakat sekitar.
“Kami mendorong TBBM PT pertamina patra niaga untuk segera dipindahkan ke palaran, dilihat dari kondisi di cendana yang padat pemukiman, PMII Samarinda mendukung langkah pemindahan TBBM ke Palaran sebagai upaya efisiensi logistik energi. Namun, kami juga mendesak Pertamina memastikan dampak sosial dan lingkungan ditangani secara transparan dan berpihak kepada masyarakat,” ujarnya Zumardin dalam audiensi tersebut.
Selain itu, PMII Samarinda menyoroti persoalan subsidi BBM yang dinilai belum menyentuh sasaran sebenarnya. Ia mengungkapkan bahwa di lapangan, BBM bersubsidi seperti Pertalite masih banyak diserap oleh pengetap dan pelaku usaha besar, sementara masyarakat kecil justru kesulitan memperolehnya.
“Kondisi ini mencederai semangat keadilan energi. Subsidi yang seharusnya untuk rakyat kecil justru dinikmati oleh kelompok yang tidak berhak. Kami mendesak Pertamina dan pemerintah daerah memperketat pengawasan serta menindak tegas oknum penyeleweng,” tegasnya.
Tak hanya soal BBM, PMII juga menyoroti ketidakmerataan penjualan gas LPG 3 kilogram di beberapa wilayah Samarinda. Harga LPG bersubsidi di lapangan ditemukan jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) pemerintah, yang seharusnya berada di kisaran Rp18.000 per tabung.
“Kami menemukan perbedaan harga yang cukup signifikan, bahkan mencapai Rp30.000 hingga Rp35.000 di beberapa wilayah di samarinda. Ini membuktikan lemahnya pengawasan terhadap distribusi dan maraknya permainan harga di tingkat agen maupun pengecer,” tambah Zumardin
Pihak Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda melalui perwakilannya menyampaikan apresiasi terhadap sikap kritis PMII. Mereka menjelaskan bahwa saat ini Pertamina terus memperkuat sistem pengawasan dengan menerapkan digitalisasi data serta kerja sama dengan pemerintah daerah.
“Kami pastikan akan segera memindahkan TBBM dari cendana ke palaran, dan awal tahun 2026 mulai tahap pengerjaan.ujar Rahmat Isya Ginanjar, Fuel Terminal Manager Pertamina Patra Niaga.
“Kami memastikan distribusi BBM dan LPG berjalan tepat sasaran. Pertamina juga rutin melakukan monitoring bersama aparat dan pemerintah daerah untuk menindak pelanggaran yang terjadi di lapangan,” tambahnya.
PMII Samarinda menegaskan akan terus mengawal kebijakan subsidi energi agar implementasinya benar-benar dirasakan oleh masyarakat kecil. PMII Samarinda juga mendorong Pertamina dan pemerintah daerah agar memperkuat pengawasan di lapangan serta menindak tegas oknum yang melakukan penimbunan maupun permainan harga LPG dan BBM bersubsidi.
“Subsidi tepat harus diwujudkan, bukan hanya menjadi slogan. Negara wajib hadir memastikan subsidi benar-benar tepat sasaran dan rakyat kecil tidak terus menjadi korban kebijakan yang lemah dalam pengawasan,” tegas Zumardin.
Audiensi tersebut diakhiri dengan komitmen bersama antara PMII Samarinda dan Pertamina Patra Niaga untuk membuka ruang dialog yang lebih intensif ke depan, guna memperkuat transparansi serta pengawasan dalam distribusi energi di Kalimantan Timur.










