Kesahkaltim.com – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Penegak Keadilan Kalimantan Timur (APPK-Kaltim) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan dilanjutkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kukar hari ini.
Aksi ini menyoroti dugaan kuat adanya praktik korupsi dan ketidaktransparanan dalam pengelolaan Dana Hibah Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kukar Tahun 2025 senilai Rp33,7 miliar.
Aksi yang berlangsung tertib namun tegas ini mendesak agar KPU Kukar segera mempublikasikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan dana hibah yang seharusnya sudah rampung sejak beberapa bulan lalu.
Sukrin Koordinator Aksi, dalam orasinya menyampaikan bahwa total anggaran PSU Kukar mencapai Rp62,4 miliar, dengan alokasi terbesar kepada KPU Kukar senilai Rp33,7 miliar. Dengan tahapan PSU yang telah selesai pada bulan Mei 2025, publikasi LPJ dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh BPK Perwakilan Kaltim seharusnya telah dilakukan pada bulan Oktober atau paling lambat awal November ini.
“Kami menduga kuat adanya indikasi praktik korupsi di balik besarnya anggaran PSU Kukar yang dikelola dalam waktu singkat, kurang lebih hanya satu bulan. Apalagi, hingga saat ini LPJ penggunaan dana hibah KPU Kukar belum juga dipublikasikan,” tegas Irbani di tengah-tengah massa aksi.
“Hasil pertemuan kami dengan pihak KPU tidak mendapatkan kejelasan, bahkan terkesan pihak KPU tidak mengetahui persoalan terkait LPJ ini, ada semacam kebingungan saat menjelaskan kepada kami. Tentu ini menimbulkan kejanggalan dan kecurigaan. Oleh karena itu, kami melanjutkan melaporkan isu ini ke Kejari Kukar”. Ungkap Sukrin
APPK-Kaltim berpegangan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 41 Tahun 2020 Pasal 22, yang mengatur bahwa penyusunan LPJ dana hibah harus diselesaikan maksimal 30 hari setelah tahapan pemilihan selesai. Keterlambatan ini, menurut aliansi, adalah bukti awal dari ketidak beresan.
Tuntutan :
1. Meminta KPU Kukar untuk segera memberikan transparansi terkait hasil Laporan Pertanggungjawaban Dana Hibah PSU Kukar Tahun 2025 ke muka publik.
2. Mendesak KPU Kukar dan seluruh jajarannya untuk segera mengumumkan dan menyerahkan hasil LPJ secara lengkap dan terbuka kepada Pemkab Kukar dan seluruh masyarakat.
3. Mendesak KPU Kab. Kukar untuk mengembalikan seluruh sisa anggaran Hibah PSU yang tersisa ke Kas Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, jika benar terdapat adanya sisa anggaran.
4. Meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Kukar untuk mengusut tuntas dugaan praktik korupsi pada anggaran hibah KPU Kukar senilai Rp33,7 miliar.
5. Meminta Kejari Kukar untuk menyelidiki dugaan kejanggalan realisasi anggaran hibah KPU Kukar.
6. Mendesak Kejari Kukar untuk segera memanggil dan memeriksa Sekretaris KPU dan Komisioner KPU Kukar, termasuk pihak-pihak yang bertanggung jawab.
7. Meminta Kejari Kukar segera berkoordinasi dengan BPK Kaltim dan lembaga penegak hukum terkait lainnya guna memastikan penanganan kasus berjalan transparan dan akuntabel.
Setelah berorasi di KPU, massa bergeser ke Kejaksaan Negeri Kukar. Aliansi mengingatkan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa adanya suatu peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya, merujuk pada Pasal 1 ayat (1) KUHP. Hal ini ditekankan sebagai pengingat akan pentingnya penegakan hukum dan peraturan yang berlaku.
“Hasil pertemuan kami dengan Kejari kukar, kami terima laporan kawan² aliansi dan kami akan tindak lanjuti, untuk saat ini kami masih berkoordinasi dengan pihak Kejati Kaltim mengenai laporan ini, apakah nanti bakal di tangani oleh pihak Kejati Kaltim atau Kejari Kukar, dan kami masih menunggu hasil koordinasi ini.
“Proses hukum pada permasalahan ini jangan sampai dibiarkan. Kami menuntut tindakan nyata dan segera dari pihak berwenang. Kejari Kukar harus menunjukkan ketegasan dalam memberantas korupsi demi menjaga kepercayaan publik dan keuangan daerah,” tutup Sukrin Koordinator.
Massa aksi berharap Kejari Kukar segera merespons tuntutan mereka dengan memulai penyelidikan resmi terkait dugaan penyalahgunaan dana hibah PSU yang merugikan keuangan daerah tersebut.










