Kesahkaltim.com – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Samarinda melakukan audiensi resmi dengan pihak Balai Penegakan Hukum (GAKKUM) KLHK Wilayah Kalimantan, Senin 27 Oktober 2025, guna membahas kasus yang menjadi pengawalan PMII Samarinda, yakni dugaan kriminalisasi terhadap seorang supir truk pengangkut kayu yang tidak mengetahui adanya pelanggaran dalam dokumen muatan.
Dalam audiensi tersebut, rombongan PMII Samarinda bersama Supir Truk, menyampaikan keprihatinan dan protes atas tindakan hukum yang dinilai tidak adil. Menurut mereka, sopir truk hanyalah pekerja yang menjalankan tugas mengankut kayu dari Kab.Berau ke Kab.Kukar, bukan pelaku utama dalam praktik ilegal yang melibatkan dokumen palsu.
“Kami menilai ada bentuk ketidakadilan dalam proses hukum ini. Supir hanyalah pekerja lapangan, bukan pemilik kayu, bukan pembuat dokumen. Tapi justru dia yang dikorbankan,” tegas Zumardin, Ketua II PC PMII Samarinda dalam pertemuan tersebut.
PMII menekankan bahwa penegakan hukum di bidang kehutanan seharusnya dilakukan secara proporsional, dengan menyentuh aktor-aktor utama seperti pemilik usaha, pemodal, dan pihak yang memalsukan dokumen, bukan hanya menjerat pekerja kecil yang tidak memiliki kapasitas untuk mengetahui keabsahan dokumen yang diserahkan kepadanya.
Pihak GAKKUM dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa proses hukum masih berjalan sesuai dengan prosedur, namun mereka juga membuka ruang koordinasi lebih lanjut agar tidak terjadi kesalahpahaman antara aparat dan masyarakat.
“Kami memahami keresahan teman-teman mahasiswa. Prinsip kami adalah menegakkan hukum secara profesional dan transparan. Bapak paiman juga terlibat dalam pengangkutan, itu yang menjadi bukti permulaan untuk di proses, untuk yang mebuat dokumen dalam tahap pengejaran dan kami sudah melakukan kordinasi dengan polri untuk mengejar terduga pelaku tersebut, ujar Anton Jumaedi, Kasi Wilayah II GAKKUM Kehutanan Kalimantan dalam forum audiensi tersebut.
PMII Samarinda mendorong agar GAKKUM lebih selektif dan adil dalam menentukan subjek hukum dalam setiap penindakan di lapangan, serta menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan untuk menghalangi penegakan hukum, melainkan memastikan hukum ditegakkan secara adil dan beradab.
“Kami bukan membela pelaku kejahatan, tapi kami membela keadilan. Negara harus hadir dengan hati nurani, bukan dengan kesewenang-wenangan,” tutup Zumardin










